Inforajabaru.com – Kasus medis baru datang dari penggunaan tato pada seorang wanita berusia 30 tahun di Australia. Gejalanya baru datang setelah tinta hitam tato terpatri di punggungnya 15 tahun lalu.
Benjolan muncul di kedua sisi ketiak wanita itu yang menjad gejala umum kanker limfoma. Merasa tak nyaman, ia pergi ke sebuah klinik di Rumah Sakit Royal Prince Alfred di Sydney, Australia, sekitar dua minggu lalu.
Saat tengah diperiksa, para dokter mendapati sejumlah benjolan karet yang tidak terikat berdiameter1,5 sentimeter.
Anehnya, tidak ada gejalan lain untuk sampai pada diagnosis limfoma. Demam, penurunan berat nada, keringat berlebih, gatal, atau gejala paru tak terjadi.
Lalu, ketika salah satu kelenjar getah bening dipotong, dokter mendapati sel kekebalan yang menyerang benda asing atau makrofag mengandung pigmen hitam dari tinta tato.
Dilansir dari Science Alert, kasus medis atas reaksi tato bukan hal aneh.
Alergi terhadap kandungan tinta, kebersihan yang tak memadai dapat membuat infeksi dan hipersensitifitas. Namun, biasanya reaksinya muncul tak lama setelah tato dilukiskan dan tak jauh.
Reaksi tato lama setelah pembuatannya memang pernah terjadi.
Kasus sebelumnya, seorang pria mengidap sejenis alergi 20 tahun setelah mengunjungi gerai tato. Beberapa kasus lain terhadap pigmen tato berakhir di getah bening dan meniru melanoma ganas metastatik.
Namun, pada kasus wanita asal Sydney, melanoma tidak terjadi.
"Kami melaporkan kasus hipersensitifitas pigmen tato yang menyebabkan limfadenopati meluas 15 tahun setelah tato dibuat," tulis para dokter dalam laporan mereka dipublikasi pada Annals of Internal Medicine, Selasa (3/10/2017).
"Sepengetahuan kami, temuan PET-CT dari pembengkakan glukosa yang mencolok di beberapa area sebelumnya belum pernah dijelaskan. Ciri ini dikombinasikan dengan temuan klinis yang menirukan limfoma."
Selain itu, penelitian lain telah mencatat bahwa pigmen tato dan nanopartikel komposisi kimia pigmen tato tersimpan di kelenjar getah bening. Tapi fenomena medis ini menjadi kasus pertam yang menyebabkan reaksi pada kelenjar getah bening tanpa gejala pada kulit.
"Kasus yang kami jelaskan unik karena tidak ada reaksi kulit, hanya perubahan granulomatosa di dalam kelenjar getah bening. Selain itu, tidak ada gejala pada kulit, paru-paru, atau gejala sistemik yang diamati untuk menyarankan sarkoidosis sistemik," tulis para dokter.
No comments:
Post a Comment