Inforajabaru.com -- Harapan baru muncul untuk para penderita HIV. Para ilmuwan telah merekayasa sebuah antibodi baru yang dapat menyerang 99 persen strain HIV dan mencegah infeksinya pada primata.
Antibodi ini merupakan hasil kolaborasi antara Institusi Kesehatan Nasional AS dan perusahaan farmasi Sanofi, dan dibantu oleh para peneliti dari Harvard Medical School, The Scripps Research Institute, dan Massachusetts Institute of Technology.
HIV memang salah satu virus yang paling sulit untuk dilawan oleh tubuh. Virus ini memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bermutasi dan mengubah penampakannya.
Namun, setelah beberapa tahun terinfeksi, ada beberapa pasien yang menjadi mampu menyerang dan menetralisir virus HIV di dalam diri mereka. Kemampuan ini disebut sebagai broadly neutralizing antibodies.
Dipublikasikan dalam jurnal Science, para peneliti mengumumkan bahwa studi mereka berhasil menggabungkan tiga broadly neutralizing antibodies sekaligus dan menciptakan tri-antibody specific.
Jika antibodi alami hanya dapat menarget 90 persen dari strain HIV, antibodi yang telah direkayasa oleh para peneliti ini dapat menarget 99 persen strain.
“Mereka lebih ampuh dan lebih luas dari antibodi alami yang pernah ditemukan selama ini. Kita mendapatkan cakupan sebanyak 99 persen pada konsentrasi yang sangat rendah,” ujar Dr Gary Nabel, ketua petugas ilmiah di Sanofi dan salah satu penulis studi, kepada BBC News 22 September 2017.
Eksperimen tri-specific antibody terhadap 24 monyet menunjukkan bahwa antibodi juga mampu mencegah terjadinya infeksi setelah monyet-monyet disuntik dengan virus. “Perlindungannya cukup luar biasa,” kata Dr Nabel.
Sementara itu, percobaan klinis pada manusia akan dilaksanakan pada tahun depan.
Menanggapi penemuan ini, Prof Linda-Gail Bekker selaku Presiden dari International AIDS Society mengatakan, laporan ini adalah terobosan yang sangat menarik. Antibodi yang direkayasa tampaknya bisa melampaui yang alami dan memiliki penggunaan lebih banyak dari yang kita bayangkan sebelumnya.
“Ini baru permulaan, dan sebagai seorang ilmuwan aku berharap untuk bisa melihat percobaan pertama pada tahun 2018. Sebagai seorang dokter di Afrika, aku juga merasakan kedaruratan untuk mengonfirmasikan penemuan ini pada manusia secepatnya,” imbuhnya.
No comments:
Post a Comment