Inforajabaru.com - Saldo kartu Brizzy milik Lia belum juga terisi. Prosesnya lama. Niatnya untuk pulang kerja lebih awal pakai kereta Commuter Line menuju Cibinong terpaksa tertunda. Dirinya tak bisa masuk peron dan ditinggal kereta.
Sore itu, Lia sebenarnya sudah mengisi Rp 50 ribu pada kartu uang elektronik milik Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui mesin ATM BCA. Itu terpaksa dilakukan. Karena hanya itu mesin bank terdekat di sekitarnya. Lia sadar bakal dikenai biaya Rp 6.500. Namun, bukan masalah. Pikirannya kala itu hanya ingin lekas sampai rumah.
Rencananya tak berjalan mulus. Wanita karir itu terpaksa menunggu beberapa waktu. Bahkan hingga ditinggal kereta lagi. Saldo uang elektroniknya belum masuk. Dia terpaksa berdiri menunggu. Hingga Lia kembali memeriksa kartu Brizzy ke mesin cek saldo di stasiun. Saldo Rp 50 ribu akhirnya masuk.
Melalui pengeras suara, petugas stasiun menyebut Kereta Commuter Line tujuan Jakarta-Bogor segera datang. Lia bergegas. Tap kartu uang elektronik di pintu masuk peron. Berhasil masuk. Berjalan cepat menuju peron, tak lama kereta tujuannya tiba. Kekesalannya hari itu sedikit terobati. Bia beruntung masih dapat tempat duduk di kereta.
Lamanya proses ini membuat Lia merasa agak jengkel. Wajar. Karena dia sudah dikenakan biaya tambahan. Tambahan antar bank itu juga dirasa cukup besar. Dalam situasi tadi, Lia terpaksa mengeluarkan kocek lebih banyak. Sempat pula merasa seperti membeli uang. Selain itu pelayanan dirasakan juga belum sepadan. "Anehnya enggak langsung masuk. Jadi pending dulu. Jadi lama," cerita Lia kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.
Lia hanya satu dari pengguna uang elektronik di Indonesia. Hampir semua bank nasional mengeluarkan fasilitas ini. Bukan hanya bank. Perusahaan telekomunikasi hingga pasar swalayan dan perusahaan telekomunikasi juga memiliki fasilitas serupa.
Para pemain uang elektronik di Indonesia antara lain, BPD DKI Jakarta, Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, BCA, Bank Mega CIMB Niaga. Selanjutnya Telkom, Telkomsel, Skye Sab Indonesia, Indosat, XL Axiata, Finnet, Artajasa, Nusa Satu Inti Artha (Doku), Smartfren Telecom, MVCOMMERCE Indonesia, dan Witami Tunai Mandiri (Truemoney)
Jumlah uang elektronik beredar mencapai 68,84 juta per Agustus 2017. Dilansir dari situs Bank Indonesia (BI), jumlah itu mengalami penurunan. Dibandingkan bulan Juli 2017, mencapai 69,45 juta. Padahal sempat terjadi kenaikan cukup besar dari Juni hingga Juli. BI mencatat bulan Juni jumlah uang elektronik beredar mencapai 63,70 juta.
Kehadiran kartu uang elektronik juga disebut pengganti uang. Masyarakat bisa mengisi sesuai batas maksimal ditentukan bank maupun merchant. Cara pemakaiannya juga mudah. Untuk membayar, kartu hanya ditempelkan pada mesin khusus.
Sehingga kehadiran uang elektronik diharapkan bisa memudahkan hidup. Terutama bagi mereka malas memegang uang recehan. Untuk beberapa hal sudah berjalan. Seperti di DKI Jakarta. Fungsi uang elektronik di antaranya pembayaran parkir, tiket TransJakarta maupun uang sekolah.
Bahkan guna memaksimalkan fungsinya, pembayaran tol mulai akhir Oktober ini bakal diwajibkan memakai uang elektronik. Melalui cara ini dianggap mempermudah. Para pengendara roda empat atau lebih tak perlu repot menyiapkan uang tunai. Semua langsung tap kartu ke mesin, dan melanjutkan perjalanan. Dengan cara ini juga memudahkan dalam mencatat pendataan pemasukan.
Secara fungsi, kartu ini mempermudah. Namun, tetap saja banyak keluhan. Bukan hanya dari Lia. Beberapa orang lain juga mempertanyakan biaya tambahan. Padahal mereka sekedar memindahkan uang dari tunai menjadi elektronik
Kami lantas melakukan penelusuran. Mendatangi beberapa merchant melayani jasa isi ulang atau top up uang elektronik. Seperti di Gerai Alfamart, misalnya. Setiap pelanggan pasar swalayan itu akan dikenakan biaya tambahan setiap melakukan isi ulang uang elektronik. "Rp 1000. Kalau top up biaya Rp 1.000," ungkap seorang kasir itu kepada merdeka.com, Sabtu pekan lalu.
Kali ini kami berpindah ke Indomaret. Biaya serupa juga berlaku bila isi ulang uang elektronik atau top up dilakukan di gerai Indomaret. Namun tidak diberlakukan bila konsumen mereka memiliki Indomaret card. Kartu ini bisa digunakan sebagai uang elektronik.
"Tapi kalau yang punya Indomaret Card kalau isi (top up) Rp 51.000, (bayarnya) ya dapatnya Rp 51.000 (tidak dikenakan biaya tup up)," ujar seorang kasir Indomaret di kawasan Palmerah Barat, Jakarta Barat.
Tak hanya itu, pengguna uang elektronik di TransJakarta juga dikenakan pungutan Rp 2.000. Itu jika mengisi ulang di halte TransJakarta secara tunai. Humas PT TransJakarta, Wibowo, berdalih bahwa penambahan biaya itu sudah tertera dalam kontrak kerja sama dengan bank. Namun, bila pengguna TransJakarta mengisi dengan cara debit maka itu tidak dikenakan biaya alias gratis.
Dalam aturan kerja sama, kata dia, perbankan juga harus menyediakan petugas untuk isi ulang. "Untuk itu, sebagai biaya operasional, kami potong Rp 2.000," jelas Wibowo.
Tidak semua pengisian saldo uang elektronik dikenakan tambahan biaya. Terutama bila mengisi di bank. Biasanya perusahaan perbankan telah melengkapi mesin ATM miliknya dengan fitur pengisian uang elektronik. Sayangnya belum semua mesin terpasang. Di beberapa lokasi mesin ATM masih belum memasukkan fitur tersebut.
PT Bank Mandiri, misalnya. Mereka memiliki uang elektronik bernama e-Money. Bank pelat merah ini memastikan tidak mengenakan biaya tambahan. Asalkan pengisian dilakukan melalui kartu e-Money dan nasabahnya menggunakan mesin ATM milik Bank Mandiri.
"Sampai dengan saat ini Bank Mandiri tidak mengenakan biaya isi ulang e-Money," kata Kepala Bank Mandiri Area Manado Tommy Leong.
Hingga periode Januari-Mei 2017, Bank Mandiri telah mencapai 188 juta transaksi per bulan melalui e-Money. Adapun nilai tersebut tumbuh 57 persen dari periode sama tahun lalu, atau sebesar Rp 2 triliun. Dari jumlah itu, transaksi terbesar terjadi di gerbang. Mereka mencatat mencapai 71 persen dari total transaksi e-Money.
No comments:
Post a Comment